Senin, 14 Juli 2008

Surat untuk KORAN JAKARTA


E-mail ini saya posting ke milis mediacare dan redaksi koran jakarta, 16 juni 2008

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sepulang dari pembukaan cabang baru usaha saya di Subang (http://bazz-misterblek.blogspot.com) , Sabtu (14/06/08) lalu, saya menyempatkan diri mampir ke Bandung, istirahat sejenak di Hotel Putri Gunung Lembang. Hal pertama yang menakjubkan saya adalah koran yang terpajang di lobby, adalah KORAN JAKARTA.


Pertama, karena seingat saya Lembang lebih dekat ke Bandung ketimbang ke Jakarta (dan saya baru ingat, tak sepotong koran lokal bandung yang ada di lobby hotel itu).

Kedua, karena di Jakarta sendiri koran ini seperti masih seperti badak jawa, susah ditemui.

Karena penasaran, saya mencoba kontak dengan beberapa teman yang masih bergelimang dunia koran untuk segera memenmukan jawaban...bahwa ini KORAN JAKARTA atau KORAN BANDUNG. Dari beberapa versi informasi yang saya terima, barangkali, nanti ini juga berguna untuk MANAJEMEN KORAN JAKARTA.

KORAN JAKARTA sebagaimana koran baru lainnya memiliki kesulitan menembus rimba jaringan distribusi konvesional (agen). Hal yang jamak dialami koran baru, apalagi positioning produknya “bertabrakan” dengan harian KONTAN yang memilki dua kebetulan : kebetulan sedang promosi menggeber jumlah pembaca, dan kebetulan milik grup KOMPAS GRAMEDIA. Nah, rupanya daya tembus labirin tim distribusinya masih payah, sehingga KORAN JAKARTA belum bisa tampil di Jakarta.

Lalu, apakah oplahnya kurang besar sehingga tak bisa kelihatan display-nya. Saya dengar tidak juga. Kuota oplah mereka di jakarta sebenarnya sudah cukup untuk membuat mereka cukup tampil di titik-titik mereka harus ada...artinya di lokasi dimana segmen pembaca mereka berada. Dari beberapa info yang saya dapat, bukan oplah yang jadi kendala, ternyata.

Beberapa hari ke belakang, koran ini baru saja mengubah kebijakan harga, yang –saya tak tahu pasti, apakah mereka sadari – justru menempatkan mereka pada posisi sulit di agen. Mereka membuat kebijakan yang mengawinkan variabel penurunan harga dan variabel konsinyasi, hal yang membuat mereka makin tertekan di agen. Kenapa ?

Pada kondisi seperti saat ini, dimana harga per kilo koran bekas mencapai rp 2300 per kilo, adalah peluang besar buat agen yang spekulatif untuk mengambil koran sebanyak-banyaknya (karena harganya murah dan tidak harus laku...maklum konsinyasi), menyisihkan sebagian sisipan dalam gudang (tidak diretur) dan pada saatnya akan dijual dalam bentuk kiloan. Artinya, koran datang—masuk gudang alias tak dijual—sisipannya sebagian dipisahkan dan dijual kiloan. Ketika tiba periode harus me-retur, koran akan kembali ke penerbit dengan sisipan berkurang, dan pasti tak terjual.

Lalu, apakah memungkinkan dilakukan checking kelengkapan sisipan? Dalam kondisi koran murah dan konsinyasi penuh, agen-agen akan melakukan jumlah pengambilan yang spekulatif. Jumlah pengambilan 5000 copies per hari per agen bukan jumlah yang fantsatis. Katakan periode retur mingguan, maka siapa yang akan tekun menelisik sisipan 35.000 copies koran...itu baru satu agen, apalagi kalau sepuluh agen...maka selesailah sudah.

Lalu Bandung? Dari info teman-teman di Bandung, saya mendengar bahwa perwakilan penjualan mereka memperlakukan cara yang cerdik untuk menaklukan pasar, itu kenapa di koran ini lebih mem-Bandung ketimbang Jakarta...

Jadi, sekali lagi mumpung masih baru, ada baiknya segera diperbaiki. Barangkali tak Cuma kebijakannya yang harus diperbaiki, lini SDM di sirkulasinya juga sepertinya urgent untuk dibenahi.

Wassalam

Veteran tukang koran,

Basri Adhi

Tidak ada komentar: