Pagi itu, saya ingat biasa-biasa saja, seperti pagi kemarin dan kemarin lusa. Ibu Marmi –itu nama wali kelas saya di kelas tiga fisika – menyodorkan surat, yang rupanya menjadi salah satu penentu masa dewasa saya. Diterima di IPB, tanpa ada test apa-apa. Sebuah berita besar rupanya.
Kupandang wajah ibu dengan matanya yang berkaca-kaca, adik-adikku yang masih kelihatan tak percaya. Dalam bimbingan ayah tercinta –yang kini sudah tiada –, dengan angkutan travel yang membawa kami ke barat, berangkatlah saya ke Bogor-kota yang turun hujan tiap hari kabarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar