Minggu, 20 Juli 2008

Kisah bang Oji...

Nuroji atau bang Oji, karena dia orang betawi asli. Ada gambar oplet dari styrofoam tergantung di dinding ruang tamu rumahnya yang megah di bilangan Tanah Baru Depok. Bang Oji-tetapi saya lebih sering memanggilnya mas Oji, dan dia tak keberatan dengan itu - adalah teman yang dipertemukan oleh kekuatan tangan Allah. Siapa sangka, bang Oji yang asli betawi ini adalah kakak kelas, bertemu sekali hanya 15 menit, dan kemudian menjadi sahabat setalah pertemuan dua tahun kemudian.

Bang Oji, adalah pejuang tangguh dalam arti yang sebenarnya. Saya mengenal dia, dalam pertemuan tak sengaja, rekrutmen sebuah koran di penghujung tahun 2004. Jodoh tak membuat kami bisa sekantor dalam koran itu, hingga tangan Allah mempertemukan dalam koran yang lain medio 2006. Tapi tak lama.
Walau tak lama, kami sempat bertukar cerita soal jalan hidup dan pengalaman kami masing-masing. Hingga kami sepakat meneruskan usaha restoran kepala kakap-nya yang terhenti karena ada satu hal yang menurutnya mengganjal. Walau itu juga akhirnya tak terlaksana.

Bang Oji, walau saya belum sempat lama mengenalnya, menurut saya, adalah pribadi yang sangat luar biasa. Segala pengalaman hidup dari berdagang bakso, mengukur gorden, menjadi bos kurir hingga koki peracik bumbu di restorannya sudah dia jalani, menjual atribut partai adalah sebuah bukti kelegaan rasa iklhas yang dimilikinya untuk menjalani hidup dan membesarkan anak-anaknya yang sudah menjelang remaja.

Bang Oji, dengan kerja keras dan kejujurannya dizalimi di koran terakhir tempat dia bekerja. Kezaliman yang diluar batas. Tapi itulah manusia, bila keserakahan sudah menyelimuti, tak ada lagi ingatan soal kawan. Semua dilibas. Dan bang Oji, sudah menjadi korban.

Kini, roda jaman itu sudah berputar jauh ke atas. Bang Oji, menemukan pelabuhan yang sudah dinantikannya sejak tahun 2000 lalu. Kini, Bang Oji, menjadi pengurus teras sebuah partai, pemimpin sebuah majalah dan memiliki usaha yang sudah diimpikannya sejak dulu : memiliki minimarket waralabadi dekat rumahnya. Minimarket itu -alhamdulillah- ramai sekali kelihatannya. Kini, Allah sudah membalasnya. Bang Oji, sudah mendapatkan buah atas segala cobaan yang dulu dia terima. Sekali lagi, mengutip kata Andrea Hirata : Tuhan tahu, tapi menunggu.

Dengan segala hormat saya pada bang Oji--- di saat banyak anak muda yang skeptis, yang gampang menyerah dan tidak mau berbuat apa-apa selain menunggu nasib dan berharap --- saya salut pada anda. Allah memang maha Adil adanya...

2 komentar:

Mya mengatakan...

Bang Oji salam kenal. Saya butuh belajar banyak tentang kehidupan dari orang-orang seperti Bang Oji. Bagaimana caranya agar saya bisa langsung menimba ilmu dari Bang Oji?

Masfadjar mengatakan...

Ini kan berita, ceritanya mana?