Kamis, 21 Januari 2010

Bukan cuma materi ...


Pagi-pagi ingin berbagi. Beberapa hari lalu saya berkesempatan melakukan wawnacara untuk salah satu calon sopir untuk kantor kami. Sebut saja namanya pak Kukuh. Beliau datang wawancara atas rekomendasi seorang teman saya, yang iba melihat kondisinya.

Dari wawancara dia terungkap, bahwa kondisi finansialnya sedang dalam kondisi kronis, sangat kronis malah. Semua asset yang beliau miliki sudah tergadai, dalam arti harfiah, untuk melanjutkan hidup. Tidak ada aktivitas produktif yang dia lakukan selain hanya bekerja serabutan kiri kanan. Potret ironi dibanding hotel prodeo bintang lima yang sedang ramai dibicarakan.

Setelah wawancara, saya melihat ada "persoalan mendesak" yang harus diselesaikan beliau, dan saya bisa bantu dengan memberikan sebuah pekerjaan yang saat ini sedang diperebutkan paling tidak oleh 8 pelamar lainnya. Tim kami langsung menerangkan standar gaji yang ada(gaji pokok, uang harian, insentif dalam kota dan insentif luar kota : yang ini juga berlaku untuk 6 karyawan kami di kantor pusat), beliau menyatakan bersedia.

Tapi tunggu punya tunggu, pada saatnya dia sudah seharusnya sudah masuk bekerja, dia tak menampakkan diri. Tak ada kabar.

Lalu, bertelelponlah saya dengan teman yang merekomendasikan beliau. Usut punya usut, pak Kukuh memutuskan tak mau mengambil pekerjaan ini, karena dalam "perhitungannya" gaji yang akan dia akan terima tidak akan cukup memenuhi "kebutuhannya", bahkan jauh sebelum dia memulai bekerja.

Kadang, kita memakai logika dan perhitungan manusia dalam menghitung rejeki yang diberikan Tuhan.

Dalam berhubungan bisnis dengan mitra, banyak dari kita yang langsung memtuskan TIDAK ketika kita hitung bisnisnya hanya memberikan keuntungan kecil (bahkan, sebenarnya tidak rugi : hanya keuntungannya kecil). Kita sering menolak dan melewatkan peluang, hanya karena dalam perhitungan kita -sebagai manusia- bisnis itu menyumbangkan "recehan" dalam pundi materi kita.

Dalam banyak pelajaran yang diberikan oleh "guru-guru" saya yang telah malang melintang di bisnisnya, mereka memiliki prinsip yang agak berbeda. Bisnis bukan semata materi. Tapi Bisnis juga ada seni, seni bersilaturahmi, seni berhitung dan seni berserah diri. Kata mereka, jangan menolah sebuah peluang sekecil apapun -asal sudah pasti tidak merugikan- karena peluang tetap saja peluang.

Ketika bisnisnya kecil, baiklah kiranya kita banyak berdoa, agar mitra bisnis kita diberikan kesehatan, agar bisa membesarkan bisnisnya dan kita ikut kecipratan efeknya. Disini logika dan matematika manusia tidak laku.

Dalam kasus pak Kukuh, dengan segala hormat, beliau telah kehilangan salah satu peluang rejekinya : karena berprasangka dengan logika manusia. Dan menurut para guru saya, berbaik sangkalah, bersilaturahmilah, peliharalah hubungan baik dan berdoalah. Tentu dengan usaha dan ikhtiar semaksimal mungkin yang kita bisa.

Toh, di dunia kita hidup juga cuma sementara; ada "profit" dari bermuamalah di dunia, tapi yang paling penting kan "pahala" yang kita tak bisa tebak besarnya di akhirat nanti.

Maka, Bismillah : action !

Tidak ada komentar: