Kamis, 06 Desember 2012

Maka Cafe ini Seperti Hidup Kita (catatan 28 Oktober 2011)


Saya tulis catatan ini di sebuah cafe kecil, di pojok ruang tunggu keberangkatan terminal 1C bandara Soekarno Hatta.  Ini barangkali seri perjalanan terakhir saya -tahun ini- bersama MISTERBLEK berkeliling Indonesia menjajakan kopi dan bisnis kopi.  Di cafe ini, kopinya lumayan saja, tak terlalu istimewa.  Tapi lalu lalang orang yang keluar masuk lebih menarik perhatian saya.

Saya tak tahu pasti, bapak yang berkumis lebat dengan batik mengkilapnya, mau ke mana.  Atau gadis tomboy, dengan MacPro di kempitannya.  Tapi mereka nampak bergegas, barangkali karena tak mau ketinggalan pesawat yang akan membawanya.

Dan itulah gambaran kecil hidup kita.

Di cafe yang kita cuma bisa singgah, kita bisa memilih tersenyum kepada para barista, atau memasang muka garang di hadapan mereka.  Di sini kadang kita ingin singgah lama, tapi karena panggilan dari loudspiker, membuat kita bergegas meninggalkan cafe dan menuju pesawat yang menunggu.  Masing-masing punya tujuan, dengan pilihan saling menyapa di cafe ini, atau cuek saja.  Itulah hidup.

Kadang, di dunia ini kita tak sadar bahwa kita seperti mampir ngopi di cafe.  Kita bisa tak jujur berbicara kepada lawan bicara kita, karena bohongpun mereka tak akan tahu.  Toh, hanya ketemu cuma sekejap dan langsung berpisah.   Bohong dan jujur adalah pilihan belaka.  Dalam hidup kita juga seperti itu adanya.  Untuk sebuah tujuan, kadang kita sibuk membuat kebohongan dimana-mana.

Lalu, seorang ibu, yang terseok dengan barang bawaan dan anak kecil yang menggelendotinya bergegas pergi.  Cangkir kopi dan gelas jus terserak di atas meja, hingga waiter sibuk membersihkannya.  waiter berbaju hijau berekspesi datar membersihkan meja, mengelap dan merapikannya.  Barangkali itu beban hidupnya, membersihkan serakan sampah dan gelas kotor di cafenya.  Dalam hidup yang bergegas ini, kita juga tak beda.  Kadang kita meninggalkan kesalahan, tanpa mau -atau sempat- membersihkannya.  Hingga seseorang yang akan dengan tulus mengelap dan menyapunya.  Bahkan tanpa kita tahu bagaimana perasaannya.  Yang penting, urusan kita sudah selesai.

Maka cafe ini adalah dunia.  Kita lewat, mampir ngopi, meninggalkan gelas kosong dan kotor serta bergegas menuju pesawat yang membawa kita.  Pilihan kita, jujur pada kawan bicara kita, tak meninggalkan kotoran di meja dan selalu membuka mata : bahwa kita tak tahu kapan kita harus keluar dari sana.

Hidup tak selalu sulit, buat kita yang jujur melaluinya.

Tidak ada komentar: