Sabtu, 03 April 2010

Doa Untuk Sebuah Perjalanan (1995)

Gerbang pintu rumah kost-mu senantiasa ramah menyambutku
dentang belnya yang bergema
kibar tirainya putih-putih seperti tak bosannya
dimainkan oleh angin yang denganku sama nakalnya

Tak ada lagi persinggahan lagi bagiku
selain bangku hitam berbunga yang semakin tipis busanya
dengan meja kecil yang berkaca
vas bunganya dulu ada, sekarang entah dimana

Ada beberapa lagi lagi yang sempat kuingat
dering telpon di atas meja sana
suara televisi di bawah ruang tamu kita
dan kamar depan kursi kita (yang engkau tahu milik siapa)

Ocha, selamat pagi..selamat pagi kataku
Hari cerah bukan?
Angin bertiup lembut membelai wajah dan bagian atas rambutmu
seperti waktu itu, saat kita pertama kita ketemu

Jalanan yang becek dulu, sekarang tak ada bedanya
deretan ruang telepon, bank dan warung-warungnya
semakin menjauhkan aku dari kenyataan
bahwa beberapa tahun lalu aku pernah hidup di sana

Dari kebaikan para jurumasak dengan batagor dan soto babatnya
kutemukan arti hidup dan cinta
kutemukan wanita yang memberikan kasihnya
kutemukan orang-orang dengan perhatiannya

Adakah aku sudah cukup berdoa
supaya mereka mendapat balasan dari-Nya
supaya mereka dapat vmenjadi lebih baik hidupnya
atau agar kami, engkau dan aku, dapat melanggengkannya

Bisakah sebenarnya aku hitung dalam silang gemintang
daunan hijau ditingkah riak air danau di perpustakaan
warna pucat lantai di depan laboratorium kita
serta rasa es kelapa yang dijajakan di kantin sapta

Tidak.
Aku hanya menghitung dosen yang pernah mengajarku
aku hanya mengingat dimana praktek lapangku

Dalam deru seru anak-anak mekanisasi
dalam buai bentakan kakak kelas kami
sebenarnya, waktu itu, tak jelas apa yang kami cari
adalah ilmu pengetahuan, atau pelajaran menanti rejeki

Senja pengap di jalan Bara
aroma mie ayam bercampur debu galian
yang dirangsang laju angkot yang berseliweran
dan adik-adik kelas kami yang sibuk memfotokopi

Langit yang cuma sepotong menemani,
bersama sekerat biskuit dan komputer sewaan
untuk sebuah karya yang bernama skripsi
demi sebuah sebutan yang bernama gelar

Di kejauhan orangtua-orang tua kami tersenyum
di sini kami anak-anaknya tertawa-tawa
sambil mengolah data
menjadi tumpukan kerja, yang kami harap nanti berguna

Deret tonggak berlampu natrium
kawat-kawat terentang
menghubungkan suara-suara kita
serta zat asam yang kemudian berubah menjadi zat asam arang
kapankah, engkau Darmaga, bisa menjadi saksi-saksi cinta kita

Ocha, Kini setelah nyaris setengah windu perjalananmu
segala tentang cinta, harapan dan cita-cita
semoga menjadi realita
seperti kibaran tirai, pintu dan kursi yang stia menemani kita

Setelah tahun-tahun berbadai
meneteskan aneka tawa dan duka
suatu saat akan kita torehkan
pesan-pesan alfabetis nama anak-anak kita
pada gelombang yang menyisir pantai
pada langit, angin, sawah dan kota
dengan kerja berat, dengan hati yang kuat
Selamat pagi dunia
Selamat malamku,
Selamatkan siangku,
Tuhanku

---------------------------------------------------
Ditulis sepanjang perjalanan saat perjuangan mengawali masa depan: di Ponytail, di kamp perjuangan MEGATIN dan di Sindangbarang Loji. Darmaga-Bogor, 7 April 1995 (Kami tak pernah tahu, bahwa 3 tahun-lebih 3 hari dari dituliskannya puisi ini : kami menikah)

Tidak ada komentar: