Senin, 09 Maret 2009

Gogon Kebakaran Jambul


Dalam casting grup legendaries SRIMULAT, dikenal seorang tokoh bernama Gogon. Kumisnya ala Charlie Chaplin, posturnya tipis, petentengan dan satu lagi ciri paling khas-nya jambul di kepalanya.

Jadi, saya bayangkan; bila di-pameo-kan orang gusar sebagai kebakaran jenggot, maka Gogon akan kebakaran jambul (karena tak punya jenggot).

Tulisan saya yang berjudul “Only The Good, Die Young” yang saya posting seminggu lalu : ternyata memancing banyak sekali komentar baik di milis maupun facebook (lokasi-lokasi saya mem-posting tulisan tersebut). Sebagian besar komentarnya setuju soal segala yang tertulis di dalamnya, terutama soal kepribadian almarhum yang akrab, baik hati dan jenaka.

Namun, empat hari lalu, seseorang yang memakai nama samaran Gogon Lebay, menuliskan kegusarannya pada saya –via japri- dan menembuskan e-mailnya tersebut kepada petinggi-petinggi harian Seputar Indonesia. Rupanya, ada Gogon gusar yang kebakaran jambul.

Dalam kegusarannya, Gogon menulis soal “kegilaan” saya, karena dianggapnya tulisan tersebut “mempolitisasi” orang yang sudah meninggal. Di akhir e-mailnya, Gogon mendamprat saya dengan sebutan Sakit Jiwa.

Dampratan Gogon soal sakit jiwa ini –walaupun tak 100% relevan-- selalu mengingatkan saya pada tiap sesi pertemuan, sesi mengajar di berbagai forum yang saya isi, tentang pertanyaan “mengapa memilih membuka usaha sendiri yang tidak pasti masa depannya, ketimbang bertahan sebagai General Manager dengan gaji dan fasiltas menawan”. Mereka menduga, saya kena sakit jiwa….sakit jiwa akut.

Barangkali indikasi Gogon ada benarnya. Tak sekedar sakit jiwa –di jaman serba krisis ini- saya adalah penderita sakit jiwa akut. Saya terobsesi pada kebebasan dan kemerdekaan : untuk berekspresi dan mengeksplorasi ide. Saya terobsesi untuk terus menegang urat avonturir dan menderas adrenalin untuk mencoba hal baru, dan kalau bisa yang tak biasa orang lain lakukan.

Tahun 2002, saya berangkat ke Desa Pesurungan Lor, tak jauh dari terminal kota Tegal (Jawa Tengah) untuk belajar soal beternak bebek. Hanya berbekal buku yang dibeli di Gramedia, dengan modal ilmu seadanya : saya memutuskan istirahat dari kerja kantoran membanting setir jadi peternak bebek. Tiap pagi, bergelut dengan kotoran 600 ekor bebek, tiga kali sehari mengaduk dedak, konsentrat dan vitamin serta tiap sore mengantar telor ke tukang jamu dan tukang martabak langganan. Hasil dari membuka usaha, dengan hanya berbekal kemauan, kerja keras tapi pengetahuan yang sangat kurang adalah : Gagal Total.

Tak usah meratap, demikian kata buku La Tahzan. Kegagalan beternak bebek, walau getir tak pantas diratapi. Sambil bekerja lagi di sebuah koran local milik grup Kompas, dirintislah usaha jasa distribusi dan iklan. Pelajaran nomor dua : bisnis dengan pengetahuan yang cukup, modal yang cukup namun tanpa pengawasan serta keterlibatan maksimal juga berakibat : Gagal Total.

Akhir tahun 2004, paska lebaran, Seputar Indonesia (SINDO) memanggil. Lagi-lagi dimulai usaha baru, sambil bekerja : menjadi distributor produk air kelapa olahan (Nata de Coco). Jangkauan wilayahnya cukup lumayan : Jawa Barat dan Banten. Namun, satu hal lagi pelajaran didapat. Usaha dengan pengetahuan cukup, modal cukup, pengawasan cukup ; tapi tanpa manajemen keuangan yang baik mempercepat bisnis kolaps alias gagal total.

Hingga akhirnya, tahun 2006. Adanya pergeseran visi di perusahaan tempat bekerja, serta didorong keinginan untuk menjadi manusia yang merdeka : maka diambillah langkah yang biasa diidap para manusia penderita “sakit jiwa akut” : keluar kerja, meninggalkan jabatan beserta segala fasilitasnya , untuk menegakkan sebuah mimpi menjadi manusia burger. Di tahun itu saya resmi menjadi penjual burger.

Tahun telah lama berganti. Segala kegilaan, segala jatuh bangun kini hampir terbayar. Saya, tak akan pelit berbagi apapun ilmu kepada anda, karena pada dasarnya yang saya bagikan adalah bagian yang disebut “sakit jiwa akut” tadi. Saya mengembangkan usaha ini, berbagi kesempatan bermitra dengan anda : dengan kondisi yang anda bisa lakukan dengan cara termudah serta biaya termurah. Anda tak perlu lagi memulainya dari angka 0 untuk menuju skor 10. Saya akan tularkan dengan segera ke-“sakit jiwa”-an tadi, supaya anda bisa juga menjadi pribadi sukses. Karena katanya, sukses itu hak setiap orang, bukan monopoli oknum tertentu di dunia ini.

Jadi, kalau Gogon - yang sudah kehabisan order manggung- ini bilang: saya sakit jiwa…wah, saya harus ralat : saya ini penderita sakit jiwa akut. Obsesi dalam otak untuk membuat usaha saya bisa membantu banyak orang sukses sangat menggila, sangat memeras adrenalin dan menegang urat adrenalin.

Perlu sedikit kegilaan untuk bisa sukses : demikian kata para senior dalam buku-buku mereka. Tinggalkan kebiasaan menjadi pribadi yang berfikir biasa-biasa, pribadi yang gagal, pribadi penuh kritik tanpa solusi dan tanpa resolusi.

Maka-akhirul kata- semoga anda juga sukses.

2 komentar:

mistervicks mengatakan...

setuju pak, pribadi yang bebas selalu mencari jalan keluar, dia tidak terkotak, tidak terbelenggu. Pikirannya selalu berusaha menggapai mimpi-mimpinya

semoga selalu sukses.
http://mistevicks.co.cc

lizaherbal mengatakan...

sangat haru membacanya, skaligus mengispirasi..ternyata mas Baz sudah sampai Surabaya - Bali dll dan saya masih tertinggal di persimpangan Karawang..bingung dengan jalan didepan yang akhirnya cuma muter2 di alun-alun.